Latest Entries »

2.8.1 Pengertian
Konsep PHT bukan sesuatu yang baru karena jauh sebelum tahun 1959 baik di Amerika maupun di Indonesia praktek pengendalian hama sudah di coba untuk menggunakan dasar pertimbangan ekologi dan ekonomi. Konsep PHT muncul akibat kesadaran umat manusia akan bahaya pestisida sebagai bahan yang beracun bagi kelangsungan hidup ekosistem dan kehidupan manusia secara global, sedangkan kenyataan yang terjadi bahwa penggunaan pestisida oleh petani di dunia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Diperlukan adanya cara pendekatan pengendalian hama yang dapat menekan penggunaan pestisida.
Konsepsi PHT yang semula hanya mengikutsertakan dua metode atau teknik pengendalian kemudian dikembangkan dengan memadukan semua metode pengendalian hama yang dikenal, termasuk di dalamnya pengendalian secara fisik, pengendalian mekanik, pengendalian secara bercocok tanam, pengendalian hayati, pengendalian kimiawi dan pengendalian hama lainnya. Dengan cara ini ketergantungan petani terahadap pestisida yang biasa menjadi cara pengendalian hama utama dapat dikurangi. Dilihat dari segi operasional pengendalian PHT dapat diartikan sebagai pengendalian hama yang memadukan semua teknik atau metode pengendalian hama sedemikian rupa sehingga populasi hama dapat tetap berada di bawah Ambang Ekonomi. Dengan keadaan populasi hama yang rendah usaha budidaya tanaman lain untuk meningkatkan produktivitas tanaman tidak akan terhambat oleh gangguan hama tanaman.
Bottrell (1979) menekankan bahwa PHT adalah pemilihan, perpaduan dan penerapan pengendalian hama yang didasarkan pada perhitungan dan penaksiran konsekuensi-konekuensi ekonomi, okologi, dan sosiologi. Sedangkan Kenmore (1989) memberikan definisi singkat PHT sebagai perpaduan yang terbaik. Yang dimaksud dengan perpaduan terbaik di sini adalah perpaduan penggunaan berbagai metode pengendalian hama yang dapat memperoleh hasil yang terbaik yaitu stabilitas produksi pertanian, kerugian seminimal mungkin bagi manusia dan lingkungan,serta petani memperoleh penghasilan yang maksimal dari usaha taninya.
Dari definisi-definisi tersebut dapat kita ketahui bahwa PHT tidak hanya mencakup pengertian tentang perpaduan beberapa teknik pengendalian hama, tetapi dalam penerapannya PHT memperhitungkan dampaknya baik yang bersifat ekologis, ekonomis, dan sosiologis sehingga secara keseluruhan kita memperoleh hasil yang terbaik. Oleh karena itu PHT dalam perencanaan, penerapan dan evaluasinya harus mengikuti suatu system pengelolaan yang terkoordinasi dengan baik.

2.8.2 Mengapa Harus PHT?
Ada banyak factor yang mendorong kita untuk menerapkan PHT secara nasional terutama dalam rangka program pembangunan nasional berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Berikut akan disampaikan beberapa factor yang mengharuskan kita untuk menerapkan PHT di Indonesia untuk semua jenis komoditas pertanian.
1. Kegagalan pembarantasan hama konvensional
a. Munculnya ketahanan hama terhadap insektisida
Karena hama terus menerus mendapat tekanan oleh pestisida maka melalui proses seleksi alam spesies hama mampu membentuk strain yang lebih tahan terhadap pestisida tertentu yang sering digunakan oleh petani. Pada tahun 1974, dua tahun setelah penggunaan DDT telah diketahui munculnya strain serangga seperti lalat rumah yang resisten terhadap DDT. Saat ini telah diketahui lebih dari 500 spesies serangga terutama serangga hama yang telah resistenterhadap berbagai jenis atau kelompok inteksida.
b. Timbulnya resurjensi hama
Dampak insektisida yang dirasakan oleh petani adalah timbulnya resurjensi hama atau peristiwa meningkatnya populasi hama setelah hama tersebut memperoleh perlakuan insektisida tertentu. Apabila pada peristiwa resistensi hama menjadi lebih tahan terhadap pestisida sehingga sulit untuk dimusnahkan, tetapi pada peristiwa resurjensi justru populasi hama teresbut semakin meningkat setelah memperoleh penyemprotan pestisida.
c. Letusan hama kedua
Dampak insektisida yang ketiga adalah timbulnya letusan hama kedua. Setelah perlakuan inteksida tertentu secara intensif ternyata hama sasaran utama memang dapat terkendali, tetapi kemudian hanya muncul dan berperan menjadi hama utama adalah jenis hama lain yang sebelumnya masih dianggap tidak membahayakan.
2. Kesadaran Akan Kualitas Lingkungan Hidup
Meskipun program pembangunan telah menunjukkan hasilnya dalam meningkatkan pendapatan nasional dan kesejahteraan masyarakat, namun karena keterbatasan daya dukung lingkungan maka kegiatan berbagai program pembangunan menimbulkan dampak negative bagi lingkungan hidup. Salah satu dampak negatif yang berbahaya adalah tersebarnya banyak banyak jenis bahan pencemar dilingkungan hidup kita baik di dalam tanah, air, udara dan dimana saja sehingga kualitas lingkungan kita semakin menurun. Apabila kegiatan pembangunan semacam ini dibiarkan tidak terkendali maka akan merugikan generasi mendatang karena akan terjadi penurunan daya dukung lingkungan sehingga tidak akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau bahkan dapat menjadi sebaliknya yaitu mendatangkan kemiskinan dan kesengsaraan.
Kesadaran akan perlunya kualitas lingkungan hidup yang tinggi dari masyarakat, pemerintah dan masyarakat dunia ini yang mendorong dan mengharuskan kita untuk segera menerapkan PHT karena dengan PHT penggunaan pestisida dapat ditekan sekecil-kecilnya.
3. Pola Perlindungan Tanaman
Dr. Ray Smith dari Universitas California sebagai salah satu pencetus konsep PHT, berdasarkan pengalamannya yang bertahun-tahun dalam mengikuti perkembangan program perlindungan tanaman pada tanaman kapas mengambil kesimpulan bahwa dalam menanggulangi masalah hama di ekosistem pertanian biasanya kita akan mengikuti pola atau urutan tertentu.
a. Tahap Subsisten
Tahap ini merupakan tahap permulaan biasanya mengusahakan lahan pertaniannya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri atau kerabatnya. Dalam pembudidayaan tanaman petani biasanya jarang menggunakan masukan produksi modern seperti pupuk kimiawi dan pestisida oleh karena produktivitasnya rendah.
b. Tahap Eksploitasi
Pada tahap ini usaha tani telah berkembang, lahan menjadi luas, produksi tinggi merupakan sasaran, produksi ditujukan pada pasar di dalam maupun di luar negeri. Oleh karena itu penggunaan teknologi modern semakin intensif. Pestisida merupakan teknik utama memberantas hama dengan perlakuan yang berjadwal dengan intensitas dan frekuensi yang tinggi.
c. Tahap Kritis
Setelah beberapa waktu petani berada di tahap eksploitasi semakin dirasakan bahwa untuk memeproleh hasil pengendalian yang sama diperlukan penyemprotan pestisida yang semakin sering dengan dosis yang semakin meningkat. Persitiwa-peristiwa resistensi, resurjensi, dan letusan hama kedua semakin kelihatan sehingga biaya pengendalian yang diperoleh semakin menurun.
d. Tahap Bencana
Tahap kritis apabila berlanjut akan sampai pada tahap bencana. Pada tahap ini usaha pengendalian hama dengan pestisida sudah tidak lagi mendatangkan keuntungan, karena biaya pembelian pestisida semakin tinggi tetapi serangan hama tidak semakin berkurang malahan meningkat.
e. Tahap Pengendalian Terpadu
Apabila petani ingin berhasil dalam mengusahakan tanamannya sehingga sasaran produksi tercapai dan peningkatan penghasilan tercapai, dan setelah belajar dari pengalaman pahit sebelumnya, mereka akan menerapkan PHT. Dengan menerapkan PHT petani merasakan manfaat dan keuntungan yang optimal dari usaha taninya.
4. Kebijakan Pemerintah
Pemerintah telah menetapkan PHT sebagai kebijakan dasar bagi setiap program perlindungan tanaman. Kebijakan ini telah merupakan program pemerintah sejak Pelita III sampai sekarang. Dasar hokum penerapan dan pengembangan PHT di Indonesia adalah Intruksi Presiden No.3 Tahun 1986 dan Undang-Undang No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.

2.8.3 Konsep Pengendalian Hama Terpadu
Konsep PHT berkembang dan diterapkan sampai saat ini oleh karena dilandasi oleh beberapa prinsip dasar sebagai berikut :
1) Pemahaman Sifat Dinamika Ekosistem Pertanian
Usaha pengendalian hama adalah salah satu usaha dari proses produksi pertanian guna memperoleh hasil semaksimal mungkin dari lahan pertanian bagi kepentingan petani dan masyarakat luas. Sedangkan proses produksi tanaman meliputi berbagai kegiatan pengelolaan lingkungan pertanian atau agro-ekosistem yang ditujukan untuk pencapaian sasaran produktivitas tertentu. Jadi PHT merupakan bagian integral dari pengelolaan agro-ekosistem, ahkan ada ahli yang mendefinisikan bahwa PHT adalah pengelolaan agro-ekosistem. Oleh karena itu agar diperoleh hasil pengendalian hama yang baik diperlukan pemahaman tentang sifat agro-ekosistem yang sedang dikelola.
2) Analisis Biaya-Manfaat Pengendalian Hama
Dalam pengembangan masyarakat dalam era pembangunan nasional saat ini tentunya tepat kalau kita anggap bahwa setiap petani dalam mengelola lahan pertaniannya ingin memperoleh keuntungan setingi-tingginya. Dalam keadaan ekstrimpun petani subsisten dalam usaha taninya tetap akan memperhatikan perhitungan antara biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang diterima meskipun mungkin perhitungannya tidak dengan menggunakan uang.
Biaya yang dikeluarkan dalam pengendalian hama merupakan total uang yang dikeluarkan untuk membeli pestisida, varietas tahan hama, untuk menyewa alat pengendalian, dan membayar tenaga pengendali hama. Manfaat yang diperoleh dari usaha pengendalian hama berupa nilai manfaat dan biaya pengendalian hama secara kasar dianggap sebagai keuntungan dari usaha pengendalian hama.

3) Toleransi Tanaman terhadap Kerusakan
Perlu kita mengerti bahwa semua tanaman tentu memiliki tingkat toleransi tertentu terhadap adanya kerusakan, baik yang oleh karena serangan hama atau oleh penyebab lainnya. Hal itu berarti bahwa adanya tingkat kerusakan tersebut tidak mempengaruhi penghasilan petani. Oleh karena itu adanya populasi hama tertentu pada tanaman yang kita usahakan mungkin tidak akan mengakibatkan kerugian apapun pada kita. Perhatian untuk adanya pengendalian, baru kita lakukan apabila populasi hama atau kerusakan tanaman telah melampaui ambang toleransi tanaman.
4) Pertahankan Adanya Sedikit Populasi Hama di Tanaman
Banyak orang terutama yang mengikuti pendekatan konvensional berpendapat bahwa sasaran pengendalian hama adalah menghabiskan atau memusnahkan setiap hama yang ada dipertanaman kita. Menurut mereka sangat ideal apabila dalam lahan pertanian kita sama sekali tidak ada seekorpun hama yang dapat mengganggu tanaman yang diusahakan.
Pendapat tersebut menurut konsep PHT tidak tepat karena di ekosistem pertanian kita menginginkan tetap terjaganya keseimbangan populasi antara hama dan musuh pertanaman tidak ada hama para musuh petani tersebut tidak akan menjumpai makanannya sehingga mereka akan mati atau pindah dari tempat tersebut. Dalam keadaan tanpa musuh alami populasi hama akan dengan bebas meningkat jumlahnya sehingga dapat mengakibatkan terjadinya letusan hama yang sangat membahayakan.
5) Budidaya Tanaman Yang Sehat
Budidaya tanaman yang sehat dan kuat menjadi bagian yang penting dalam program pengendalian hama. Tanaman yang sehat tentunya akan lebih dapat bertahan terhadap serangan hama bila dibandingkan dengan tanaman yang lemah. Juga tanaman yang sehat akan lebih cepat mengatasi kerusakan yang terjadi akibat serangan hama dengan mempercepat pembentukan anakan proses penyembuhan fisiologis lainnya.
Oleh karena itu setiap usaha budidaya tanaman sejak pemilihan varietas, pengolahan tanah, penyiapan bibit, penanaman, pemeliharaan tanaman, sampai penanganan pasca panen perlu diperhatikan sehingga dapat diperoleh keadaan pertanaman yang sehat dan kuat serta produktif. Semua kegiatan bercocok tanam yang dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama perlu diterapkan, sedangkan sebaliknya apabila ada tindakan yang dapat memperlemah keadaan tanaman atau meningkatkan kepekaan tanaman dihindarkan.

6) Pemantauan Lahan
Seperti dijelaskan di depan agro-ekosistem sangat dinamis, banyak factor yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Terjadinya letusan hama pada suatu agro-ekosistem merupakan hasil interaksi berbagai komponen ekosistem yang mengakibatkan peningkatan populasi hama sampai melampaui Ambang Ekonomi, Komponen ekosistem teresebut dapat berasal dari dalam ekosistem sendiri maupun yang dimasukkan oleh karena tindakan manusia.
Untuk dapat mengikuti perkembangan populasi hama dan musuh alami di lahan serta menentukan tindakan pengendalian yang perlu dilaksanakan, tidak ada lahannya secara rutin.
7) Pemasyarakatan Konsep PHT
Agar petani mau dan mampu menerapkan PHT diperlukan usaha pemasyarakatan PHT melalui berbagai jalur penerangan, pendidikan dan pelatihan baik yang dilakukan secara formal maupun informal.

2.8.4 Unsur-Unsur Dasar dan Komponen PHT
Watson et.al (1975) membedakan adanya dua kelompok pengetahuan dan informasi yang perlu kita ketahui dan kembangkan. Dua kelompok tersebut perlu kita ketahui dan kembangkan. Dua kelompok tersebut adalah :
1. Unsur-unsur Dasar PHT
a. Pengendalian Alami
b. Pengambilan Sampel
c. Aras Ekonomik
d. Ekologi dan Biologi
2. Komponen PHT
a. Pengendalian Kultur Teknis
b. Pengendalian Hayati
c. Pengendalian Kimiawi
d. Pengendalian dengan Varietas Tahan
e. Pengendalian Fisik dan Mekanik
f. Pengendalian dengan Peraturan
Untuk mencapai sasaran PHT yaitu menekan populasi hama atau kerusakannya tetap pada aras yang tidak merugikan perlu digunakan perpaduan komponen-komponen PHT tersebut secara kompatibel. Hal ini berarti bahwa satu komponen harus dapat mendukung komponen lainnya, sehingga akhirnya diperoleh hasil pengelolaan yang optimal sesuai dengan sasaran PHT.

2.8.5 Program Nasional PHT
A. PHT sebagai Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah tentang PHT mempunyai dukungan hukum yang lebih kuat lagi dengan disahkannya Undang-Undang No.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman oleh Presiden pada tanggal 30 April 1992 setelah melalui persetujuan dari DPR. Pada pasal 20 UU No.12/ 1992 dinyatakan bahwa :
1. Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan system PHT
2. Pelaksanaan perlindungan tanaman sebagai mana dimaksud dalam ayat (1), menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah.
Dalam UU tersebut juga telah ditetapkan berbagai bentuk sangsi hokum yang dikenakan kepada barang-barang yang melanggar berbagai ketentuan yang tercantum dalam UU No.12/ 1992 termasuk pelanggaran terhadap penggunaan insektisida yang dilarang.
Dengan adanya inpres No.3/1986 dan UU No.12/ 1992 maka PHT di Indonesia telah memiliki dasar yang kuat mantap sehingga praktek pengendalian hama secara konvensional harus segera ditinggalkan dan diganti sepenuhnya dengan PHT.
B. Pelatihan dan Pengembangan PHT
Berbagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden No.3/ 1986 pemerintah sejak tahun 1989 mulai menyelenggarakan program pelatihan pengembangan dan pemasyarakatan PHT secara nasional sebagai salah satu perwujudan dari pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia).
Dalam jangkauan 2 – 3 tahun pertama (1989-1992) direncanakan akan dilatih 1.000 PHP (Pengamat Hama dan Penyakitk), 2.000 PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) dan 100.000 petani.
C. Prinsip-Prinsip Penerapan PHT
PHT memadukan berbagai metode pengelolaan agro-ekosistem dalam perpaduan yang paling efektif dalam mencapai stabilitas produksi yang tinggi, peningkatan penghasilan petani, mempertahankan populasi hama dalam keadaan yang tidak merugikan serta mengurangi kerugian seminimal mungkin bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Untuk menyederhanakan beberapa prinsip PHT agar mudah dipahami oleh petani Program Nasional PHT mengangkat 4 prinsip penerapan PHT di tingkat petani, yaitu :
1. Budidaya Tanaman Yang Sehat
Dengan tanaman yang sehat, kuat dan produktif tanaman akan menghasilkan dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi sehingga diperoleh harga yang baik dan produksi tinggi. Nilai tanaman yant tinggi akan mendatangkan keuntungan usaha tani yang tinggi. Kecuali itu tanaman yang sehat dan kuat akan meningkatkan ketahanannya terhadap serangan hama.
Semua usaha budidaya tanaman yang dapat menyebabkan kesehatan dan produktivitas tanaman perlu ditingkatkan mulai dari pemilihan bibit, penentuan waktu tanam, sempat produksi harus ditingkatkan.
2. Pelestarian dan Pembudidayaan Fungsi Musuh Alami
Sebagai komponen ekosistem yang sangat menentukan keseimbangan populasi hama, musuh alami perlu diberi kesempatan, peluang dan suasana untuk berfungsi secara maksimal. PHT menekankan pada bekerjanya musuh alami yang secara alami organisme tersebut mampu menekan populasi hama dalam aras keseimbangan populasi yang aman bagi kita. Berbagai upaya untuk lebih memfungsikan musuh alami harus dilakukan termasuk bercocok tanam, dan pengendalian hayati. Tindakan-tindakan yang dapat mengurangi berfungsinya musuh alami seperti penggunaan pestisida berspektrum lebar sedapat mungkin perlu dihindarkan.
3. Pengamatan Lahan Secara Mingguan
Masalah hama timbul karena terjadinya perubahan pada ekosistem pertanian yang dibawa oleh perubahan pada ekosistem pertanian yang dibawa oleh perubahan cuaca. Perubahan populasi pengendali alami dan perubahan yang diakibatkan oleh kegiatan budidaya tanaman. Dinamika ekosistem pada umumnya dan dinamika populasi hama dan kegiatan pengamatan. Agar informasi yang terkumpul tidak terlambat bagi adanya pengembilan keputusan pengendalian maka frekuensi pengamatan ditentukan satu minggu. Setiap minggu sekali petani harus mengamati lahannya, mengadakan analisis terhadap hasil pengamatan dan kemudian mengambil keputusan tentang tindakan yang perlu dilakukan.
4. Petani Menjadi Ahli PHT di Lahan Sawahnya
Pada dasarnya petani adalah penanggujawab, pengelola, dan penentu keputusan di lahan sawahnya sendiri. Petugas pemerintah dan orang-orang lain merupakan nara sumber, pemberi informasi dan pemandu petani apabila diperlukan. PHT mengembalikan fungsi petani pada kedudukan yang sebenarnya, karena PHT sifatnya lentur dan dinamik dalam penerapannya di lapangan maka petani harus dilatih untuk menjadi “Ahli PHT”.
D. Sekolah Lapangan PHT
Sekolah Lapangan PHT adalah suatu model percontohan latihan petani secara besar-besaran. Tujuan sekolah Lapangan PHT (SLPHT) adalah untuk melatih petani sehingga menjadi ahli lapangan PHT sehingga mampu menerapkan prinsip PHT, sekurang-kurangnya dilingkungan sawahnya sendiri. Untuk menghasilkan seorang petani yang ahli dalam PHT, keterampilan dasar yang perlu didapatkan dari SLPHT adalah :
a. Pengenalan musuh alami, hama dan pola penyerangannya. Kemampuan mengidentifikasikan musuh alami, hama maupun pola penyerangannya dapat dipelajari melalui analisis ekosistem.
b. Pengambilan keputusan. Berdasarkan analisis yang di susun, petani dapat mengambil keputusan yang terbaik dalam pengendalian hama, sehingga modal yang ditanamkan di sawahnya dapat diefisiensikan penggunaannya.

2.8.6 Rangkuman
Pengendalian hama merupakan upaya manusia untuk mengusir, menghindari dan membunuh secara langsung maupun tidak langsung terhadap spesies hama. Pengendalian hama tidak bermaksud memusnahkan spesies hama, melainkan hanya menekan sampai pada tingkat tertentu saja sehingga secara ekonomi dan ekologi dapat dipertanggungjawabkan.
Falsafah pengendalian hama yang digunakan adalah Pengelolaan/Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT tidak pernah mengandalkan satu taktik pengendalian saja dalam memcahkan permasalahan hama yang timbul, melainkan dengan tetap mencari alternatif pengendalian yang lain.
Beberapa taktik pengendalian hama yang dikenal meliputi : taktik pengendalian secara mekanis, fisis, hayati, dengan varietas tahan, mengatur pola tanam, sanitasi dan eradikasi, dan cara kimiawi.

Welcome to WordPress.com. After you read this, you should delete and write your own post, with a new title above. Or hit Add New on the left (of the admin dashboard) to start a fresh post.

Here are some suggestions for your first post.

  1. You can find new ideas for what to blog about by reading the Daily Post.
  2. Add PressThis to your browser. It creates a new blog post for you about any interesting  page you read on the web.
  3. Make some changes to this page, and then hit preview on the right. You can always preview any post or edit it before you share it to the world.